Buah berbiji seperti nektarin, persik, dan plum mengandung unsur bioaktif yang melawan obesitas, resistensi insulin, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi. Itulah temuan para peneliti AS di Texas A & M University. Hasil penelitian tersebut, yang akan dipresentasikan pada American Chemical Society di Philadelphia Agustus mendatang, menunjukkan bahwa senyawa dalam buah berbiji (stonefruit) bisa menjadi senjata melawan sindrom metabolik, sehingga mengurangi kemungkinan terkena penyakit jantung dan diabetes.
"Studi kami menunjukkan bahwa buah berbiji- buah persik, plum dan nektarin - memiliki senyawa bioaktif yang berpotensi dapat melawan sindrom metabolik," kata Dr Luis Cisneros-Zevallos, pemimpin penelitian. "Pekerjaan kami menunjukkan bahwa senyawa fenolik yang hadir dalam buah-buahan ini memiliki properti anti-obesitas, anti-inflamasi dan anti-diabetes di lini sel yang berbeda dan juga dapat mengurangi oksidasi kolesterol jahat (LDL) yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler."
Sebagai informasi, buah berbiji (stone fruit) dalam botani adalah kelompok buah yang memiliki kulit dan daging buah mengelilingi sebuah biji atau kernel. Buah-buahan ini memiliki karakteristik definitif berupa biji yang keras dan mengalami lignifikasi (berlubang), yang berasal dari dinding ovarium bunga. Selain nektarin, persik dan plum, beberapa tanaman berbunga lain dalam kelompok buah ini adalah kopi, mangga, zaitun, kurma, kelapa, kelapa sawit, almond, aprikot dan ceri.
Untuk studi mereka, para ilmuwan mengisolasi senyawa kimia tertentu dari nektarin, persik dan plum. Hasil kultur sel menunjukkan bahwa keempat kelompok utama fitokimia- anthocyanin, asam klorogenat, quercetin dan catechin-bekerja secara langsung pada lemak, sel-sel makrofag dan sel-sel pada dinding pembuluh darah. "Zat-zat tanaman itu mengubah aktivitas gen dan produksi protein sel-sel dan dengan demikian memiliki efek anti-inflamasi," kata Cisneros-Zevallos, yang juga seorang profesor di Texas A & M University.
Sejauh mana pengaruh mengonsumsi buah persik dan buah berbiji lainnya terhadap sindrom metabolik dalam kehidupan nyata, masih belum jelas. Dalam langkah berikutnya, para peneliti akan menyelidiki mekanisme molekuler apa di belakang efek positif yang ditemukan. Mereka juga berencana untuk mengkonfirmasi temuan itu dalam percobaan pada tikus.
Di AS, statistik menunjukkan bahwa sekitar 30 persen dari populasi memiliki kelebihan berat badan atau obesitas dan trennya terus meningkat secara mengkhawatirkan. "Dalam beberapa tahun terakhir obesitas telah menjadi perhatian utama karena masalah kesehatan yang terkait dengannya, penyakit-penyakit yang dikenal sebagai sindrom metabolik." kata Cisneros-Zevallos. Gaya hidup, kecenderungan genetik dan diet memainkan peran besar dalam kecenderungan seseorang terhadap obesitas.