Terlalu muluk jika kita membayangkan bentuk robot seperti tak ubahnya yang ada di film - film. Sebuah robot yang bisa berperang bersahabat dengan manusia dan bahkan berkomunikasi serta menuruti kehendak sang pemilik.
Namun setidaknya, dengan menyaksikan karya nyata para mahasiswa ini, kita bisa mendapat gambaran bagaimana sebuah robot diciptakan dan bekerja untuk manusia. Meski bentuknya nyaris belum sempurna layaknya robot di film, namun inilah hasil terbaik anak bangsa yang harus dihargai dan dikembangkan.
Robot humanoid soccer sebutannya. Diciptakan oleh tiga serangkai Novel Tommy, Lukman Bukhori, Diah Paramita, ketiganya adalah mahasiswa Fakultas Teknik (FT) Universitas Dian Nuswantoro (Udinus).
Dipandu oleh dosen pembimbing Wisnu, ketiganya bahu membahu merangkai kit robot yang didatangkan khusus dari Korea Selatan dengan harga puluhan juta. Pemasangan kamera, pemasangan motor penggerak dan juga alogaritma pemprograman menjadi menu sehari - hari yang disantap sebelum berlaga di ajang Kontes Robot Cerdas Indonesia (KCRI) yang dibuka mulai hari ini di GOR Jatidiri Semarang.
"Apalagi kami sebagai tuan rumah, sangat optimis mampu meraih salah satu kategori juara dalam kontes ini. Yang jelas, kami dari Udinus siap terjunkan robot yang pintar bermain bola," terang Wisnu.
Meski diakui sudah siap 90 persen untuk berlaga, namun Wisnu menandaskan masih ada sedikit masalah dengan koneksi wifi. Koneksi ini nantinya akan mengendalikan sensor robot yang akan bermain bola di lapangan hijau selebar 4 x 6 meter.
Salah satu robot dari tim yang diberi nama Accretia ini akan berperan sebagai penjaga gawang, satu lagi menjadi penyerang. Kurang ideal memang karena setidaknya harus ada tiga robot untuk mengikuti ajang ini.
"Mau bagaimana lagi, salah satu robot kami rusak dan bahkan sudah kami kanibal komponennya ke robot yang lain. Untung dua robot masih boleh meski peluang menang 50 : 50. Kami hanya berharap, strategi lawan dapat kami patahkan saja," ujarnya optimis.
Diterangkannya, robot - robot ini nantinya akan beradu layaknya manusia yang bermain bola. Bolanya berwarna khusus oranye agar terbaca oleh sensor. Sedang gawangnya masing - masing tim berwarna biru dan kuning, juga demi menyesuaikan sensor yang ada di badan robot.
Dengan gerak yang relatif kaku, nantinya kita akan menyaksikan sebuah ajang sepak bola mini, namun dipastikan keramaiannya tak kalah dengan event yang sebenarnya. Lebih canggih lagi, robot ini juga dilengkapi dengan sensor gyro demi menjaga keseimbangan badan robot.
Pasalnya saat menendang bola, tidak jarang robot akan terjatuh sehingga dikhawatirkan akan merusak komponen yang ada. "Kami pernah juara best desain di ajang yang sama tahun lalu karena robot kami buat dari tangan (hand made) sehingga tidak mudah jatuh," ungkapnya.
Selain robot humanoid soccer, Udinus juga mengirimkan dua tim lain yakni untuk kategori robot beroda dan berkaki. Robot beroda bernama PPSP dikomandoni oleh Zaenal Arifin, Vicky Ardian, Dwi Wahyuningsih (PPSP), sedang robot berkaki dioperatori oleh Aan Suhendri, M Johan Heroyosi, Tara Dwi (Odyseus).
Namun setidaknya, dengan menyaksikan karya nyata para mahasiswa ini, kita bisa mendapat gambaran bagaimana sebuah robot diciptakan dan bekerja untuk manusia. Meski bentuknya nyaris belum sempurna layaknya robot di film, namun inilah hasil terbaik anak bangsa yang harus dihargai dan dikembangkan.
Robot humanoid soccer sebutannya. Diciptakan oleh tiga serangkai Novel Tommy, Lukman Bukhori, Diah Paramita, ketiganya adalah mahasiswa Fakultas Teknik (FT) Universitas Dian Nuswantoro (Udinus).
Dipandu oleh dosen pembimbing Wisnu, ketiganya bahu membahu merangkai kit robot yang didatangkan khusus dari Korea Selatan dengan harga puluhan juta. Pemasangan kamera, pemasangan motor penggerak dan juga alogaritma pemprograman menjadi menu sehari - hari yang disantap sebelum berlaga di ajang Kontes Robot Cerdas Indonesia (KCRI) yang dibuka mulai hari ini di GOR Jatidiri Semarang.
"Apalagi kami sebagai tuan rumah, sangat optimis mampu meraih salah satu kategori juara dalam kontes ini. Yang jelas, kami dari Udinus siap terjunkan robot yang pintar bermain bola," terang Wisnu.
Meski diakui sudah siap 90 persen untuk berlaga, namun Wisnu menandaskan masih ada sedikit masalah dengan koneksi wifi. Koneksi ini nantinya akan mengendalikan sensor robot yang akan bermain bola di lapangan hijau selebar 4 x 6 meter.
Salah satu robot dari tim yang diberi nama Accretia ini akan berperan sebagai penjaga gawang, satu lagi menjadi penyerang. Kurang ideal memang karena setidaknya harus ada tiga robot untuk mengikuti ajang ini.
"Mau bagaimana lagi, salah satu robot kami rusak dan bahkan sudah kami kanibal komponennya ke robot yang lain. Untung dua robot masih boleh meski peluang menang 50 : 50. Kami hanya berharap, strategi lawan dapat kami patahkan saja," ujarnya optimis.
Diterangkannya, robot - robot ini nantinya akan beradu layaknya manusia yang bermain bola. Bolanya berwarna khusus oranye agar terbaca oleh sensor. Sedang gawangnya masing - masing tim berwarna biru dan kuning, juga demi menyesuaikan sensor yang ada di badan robot.
Dengan gerak yang relatif kaku, nantinya kita akan menyaksikan sebuah ajang sepak bola mini, namun dipastikan keramaiannya tak kalah dengan event yang sebenarnya. Lebih canggih lagi, robot ini juga dilengkapi dengan sensor gyro demi menjaga keseimbangan badan robot.
Pasalnya saat menendang bola, tidak jarang robot akan terjatuh sehingga dikhawatirkan akan merusak komponen yang ada. "Kami pernah juara best desain di ajang yang sama tahun lalu karena robot kami buat dari tangan (hand made) sehingga tidak mudah jatuh," ungkapnya.
Selain robot humanoid soccer, Udinus juga mengirimkan dua tim lain yakni untuk kategori robot beroda dan berkaki. Robot beroda bernama PPSP dikomandoni oleh Zaenal Arifin, Vicky Ardian, Dwi Wahyuningsih (PPSP), sedang robot berkaki dioperatori oleh Aan Suhendri, M Johan Heroyosi, Tara Dwi (Odyseus).